Ketika merasa dingin, Sunyi, Sepi.
Ketika tidak ada segelintir matapun yang memperhatikan.
Seakan daun pun enggan untuk menoleh.
Debu pun menjauh juga berpaling.
Sudah? Bosan? Panggil saja namaku..
Sebegitu sulitkah?
Atau Terlalu mudah untuk dilupa?
Rangkaian huruf memeluk menjadi satu ikatan nama ini. D.. H.. I..
apakah sudah cukup membantu?
apakah sudah cukup membantu?
Katakan saja...
Lalu kenapa? Malu? takut?
Tadi katanya dingin, sunyi sepi tak ada yang perhatikan.
Ada satu frekuensi yang tidak kutahu dari mana asalnya.
Mencoba menterjemahkan ini.
Tapi tidak ada dalam kamusku.
Apa ada dalam kamusmu?
Bolehkah kupinjam sementara?
Untuk berbicara dengan tulisan itu.
Bagaimana bisa mendegar suara debu berbisik, tanpa mempunyai telinga?
Atau mencium wangi bunga mawar, tanpa memiliki hidung.
Aku berpikir apakah hidup ini tidak adil.
Atau kita yang terlampau jenius meninggalkan semua yang diberi.
Sudahlah, semua sudah terlewati.
Apakah baik untuk memutar haluan?
Tapi apakah baik menyerah kepada kepasrahan?
Saatku ragu menjamu langkah.
Yang kupikir hanya akhir nan indah.
Namamu yang kugoreskan dalam memori lama.
Saatku jenuh ku akan memanggilnya.
Hanya ketika jenuh kau akan memanggilnya?
ReplyDeleteiya, karena ini puisi yang jahat
Delete