Berdasarkan kajian biologis, pada usia 21 Tahun untuk wanita, dan 25 tahun untuk pria. organ reproduksinya memasuki fase ideal untuk mulai berkembang biak.
Kajian tersebut juga sejalan dengan kondisi emosional manusia dewasa, sudah cukup untuk bisa memulai kehidupan pernikahan.
Walaupun demikian, nyatanya banyak faktor x yang terkadang belum bisa mengamini dua kajian diatas.
Kita semua menyadari bahwa sosok manusia terbentuk berdasarkan lingkungan dan apa yg telah mereka jalani. Titik mulainya pun tentu berbeda, apalagi kalau bahas ekonomi, engga ada habisnya.
Dewasa ini, gue yang memang belum berani untuk berkomitmen serius dalam suatu hubungan juga memang masih memantapkan mental untuk dunia pernihakan nanti. Pandangan sotoy gw, yang juga mengaku berfikiran terbuka (open minded) pernikahan bukan sesuatu yg gue jadikan tujuan utama hidup, harus terjalani dalam waktu cepat. Maksudnya, gue tidak memasang target harus di umur sekian atau tahun berapa. Cuma yang pasti, memiliki keturunan selalu menjadi hal yang gue impikan.
Belum lama ini, gue sedang menghampiri rumah makan di bilangan jakarta selatan, kemudian gue bertemu dengan seseorang. Kemudian kami berbincang ringan dan menghabisi malam itu berdua. Walaupun kami tidak saling kenal secara pribadi, kampretnya gue kayaknya baper deh.
Yap, tidak kenal secara pribadi karena kami saling menggunakan nama alter pada saat itu. (salah satu rules yang selalu gue gunakan saat berkenalan dengan orang baru).
Dan sialnya, kami pun tidak bertukar kontak.
Ini bukan kali pertama buat gue, dan biasanya im doing fine. Gada baper sama sekali, tapi bertukar kontak. Nah si kampret ini, giliran ga tukeran kontak malah baper. Someone says to me, shit happen into you..
Kembali lagi ke persoalan pernikahan, dari filosofi sotoy gw ada 3 hal yang harus terpenuhi untuk terjadinya pernikahan. Pasangan, Ekonomi dan Mental. Urutannya bisa dibolak-balik, intinya ketiga hal itu ada.
Sekarang, ada hal yg membuat gue malas untuk pulang ke rumah nenek. Entah siapapun disana akan selalu bertanya kapan rencana untuk menikah. Kadang gue jawab dalam hati (gw belum cukup bandel untuk akhirnya memutuskan masuk ke dunia pernikahan). Gue ga maksa pembaca untuk setuju hal ini, karena ini pandangan gue.
Ya daripada gue belum puas bandel, malah berlanjut bandel setelah menikah. walaupun ada juga yg bilang, yaampun belum nikah aja udh begitu apalagi nanti pas saat menikah.
Metode lama ini gue rasa udh ga relevan deh, karena bandel yang seperti apa? You want to be player or cheater? gue lbh prefer player sih, karena memang blm meletakan komitmen pada satu hati ya gue merasa nyaman bisa kesana-sini. Beda hal ketika sudah berkomitmen kemudian bermain sana-sini. Dude! once u cheat arround you'll be cheat arround again and again.
Kurang asik nongkrong, atau bahkan udah sama sekali gabisa. Ini juga termasuk keresahan gue. Punya temen yg udah nikah jadi susah untuk ketemu, ya sebelum nikah emang udah ga asik sih orangnya. Tapi, bayangin deh. Disisi elo yg nongkrong abis orangnya, terus pas dapet bgt moment yg bikin elo jadi gabisa nongs. wah kacau sih. Ya walaupunn nih ya, ada juga yg tetep bisa nongkrong karena istri lo ngebolehin asal tetep tau prioritas. gokil ini ment, rispek buat istri2 yang begini. Hope my future wife like this.
Sedangkan udah mah ga boleh nongkrong, istri lu ada aja kegiatan diluar rumah. Arisan lah, reuni lah, ngumpul sama anak geng nya jaman sekolah atau kuliah. Men, i told u. Shit happens into you.
Nikah bukan buat balapan, karena kehidupan setelah menikah akan sangat panjang. Kalo elu gakuat? akan tergantikan. Sesimpel itu, makanya gue bener2 menyiapkan apa yg dibutuhkan untuk menghadapi fase kehidupan menikah ini. Seperti salah satu quote populer 'life isnt sprint, it's marathon'.
Tapi tapi tapi, dibalik itu semua. Gue rispek sama yang sudah berani menikah di usia prime. Apalagi under itu, katakanlah u-25 lah ya. Dan berhasil.
Selamat!
No comments:
Post a Comment